SEJARAH RINGKAS MABMI
Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia adalah ekspresi dari kehendak masyarakat Melayu untuk berhimpun, memusyawarahkan keberadaan adat dan kebudayaan Melayu, baik dalam konteks daerah, provinsi, nasional, bahkan Dunia Melayu. Masyarakat Melayu ini memang menyadari bahwa ketiadaan institusi tempat bermusyawarah mengenai adat dan budaya mereka ini, mengakibatkan kurangnya daya dorong dan lesat, serta potensi integrasi sosiobudaya.
Oleh karena itu, pada tahun 1971 beberapa tokoh adat dan budaya Melayu, khususnya di Provinsi Sumatera Utara, bermusyawarah secara informal perlunya dibentuk institusi tersebut. Para tokoh adat dan budaya Melayu ini di antaranya adalah: H. Raja Syahnan, Tengku Amin Ridwan, Tengku Abunawar Sinar, Tengku Nurdin, Achmad Tahir, Tengku Luckman Sinar, dan lainnya melahirkan secara aklamasi Majelis Adat dan Budaya Melayu Indonesia (disingkat MABMI).
Tahun 1973, berdasarkan musyawarah besar (mubes) dibentuklah kepengurusan MABMI ini yang dinakhodai oleh Prof. Tengku Amin Ridwan, Ph.D. Beliau secara kontinu berusaha sekuat dayanya memajukan MABMI dan kebudayaan masyarakat Melayu Sumatera Utara khususnya dan Indonesia secara umum. Masa beliau mengurusi MABMI ini banyak kegiatan yang diusahakan. Di antaranya adalah berbagai penelitian mengenai bahasa dan budaya Melayu secara umum, dan kemudian dijadikan hasil-hasil kajian berupa buku, makalah, prosiding seminar, baik di komunitas sivitas akademika, terutama Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara dan berbagai universitas swasta lainnya. Saat ini juga masyarakat Melayu Sumatera Utara menyelenggarakan Pesta (Pekan) Budaya Melayu yang diselenggarakan di berbagai daerah tingkat dua di Provinsi Sumatera Utara. Bahkan PBM ini menjadi kalender resmi Pemerintah Sumatera Utara dalam memajukan kebudayaan dan kepariwisataan Sumatera Utara.
Prof. Tengku Amin Ridwan, Ph.D. juga pada tahun 1979, bersama dengan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) saat itu yakni Prof. Dr. A.P. Parlindungan mendirikan Jurusan Etnomusikologi di Fakultas Sastra USU yang bertujuan mengkaji dan mengembangkan kesenian Sumatera Utara, termasuk kesenian dan budaya Melayu. Dalam hal ini Tengku Amin Ridwan bekerjasama dengan Prof. Dr. Margareth Kartomi, guru besar etnomusikologi dari Monash University Australia untuk memajukan Etnomusikologi, termasuk seni dan budaya Melayu. Beberapa kali pula di masa kepemimpinan beliau diselenggarakan seminar dan penelitian bersama antara para mahasiswa, sarjana, dosen di USU dengan beberapa mahasiswa, sarjana, dan dosen di berbagai univeritas di Malaysia (UM, USM, dan UKM), dalam konteks membangun kerjasama penelitian dan pengembangan kebudayaan Melayu ini.
Beliau juga membentuk Lembaga Kesenian MABMI, yang di dalamnya diisi oleh berbagai kumpulan dan seniman Melayu seperti dari Lia Grup (pimpinan Hj. Dahlia Abu Kasim Sinar), Sri Indra Ratu atau SIR dari Kesultanan Deli di bawah pimpinan Dra. Tengku Sitta Saritsyah, Tengku Luckman Sinar, Fadlin, Tengku Muhammad Daniel, Tengku Syahruwardi, dan masih banyak yang lainnya lagi. Mereka para seniman Melayu ini dipimpin oleh Tengku Amin Ridwan melakukan muhibbah budaya ke berbagai negara, seperti di Malaysia melakukan pertujukan budaya di kota-kota besar seperti Kuala Lumpur, Pulau Pinang, juga ke Sabah, Sarawak, dan Brunai Darussalam. Dermikian pula bekerjasama dengan lembaga Kesenian USU, tim kesenian LK MABMI ini melakukan pertunjukan budaya Melayu dan Sumatera Utara ke berbagai negara seperti Australia, Jerman, China, Inggris, Amerika Serikat, dan lain-lainnya.
Dalam sejarah organisasi MABMI ini, Tengku Amin Ridwan, yang berlatarbelakang sebagai intelektual Melayu, banyak mengembangkan lembaga budaya ini, terutama di bidang kesenian. Beliau menjabat dari tahun 1973 sampai dengan 2001.
Selepas itu, tahun 1991, kepengurusan PB MABMI ini dipimpin oleh Tengku Luckman Sinar, S.H. Beliau dikenal sebagai seorang sejarawan di kalangan akademisi maupun masyarakat umum. Beliau adalah penulis sejarah, budaya, dan adat Melayu yang produktif dari dekade 1970-an sampai 2000-an. Berbagai karya tulis beliau, baik itu berupa buku, makalah, tulisan-tulisan di media, menjadi rujukan bagi para ilmuwan sejarah, kebudayaan, seni, dan sosial, yang terutama mengkaji budaya Melayu Sumatera Utara.
Selain sebagai penulis sejarah dan kebudayaan Melayu, khususnya Sumatera Utara, Tengku Luckman Sinar juga dikenal sebagai seniman, khususnya musik dan tari Melayu. ia adalah pemain alat musik perkusi baik untuk ensambel tradisional Melayu seperti makyong, ronggeng, maupun band. Beliau juga penari yang handal, seperti penari zapin, inang, serampang dua belas, dan lainnya. Di masa MABMI di bawah kepemimpinan beliau ini, dibentuk dan diteruskanlah Lembaga Kesenian MABMI, yang di antara anggota-anggotanya adalah seniman musik dan tari Sumatera Timur. Di antaranya adalah: Drs. Fadlin, Syainul Irwan, Tengku Syahruwardi, Muhammad Takari, Riri Virzan Putri, Ade Ira Carla, Zulpan Effendi, Syaiful Amri, Leli, dan masih banyak lagi yang lainnya. Lembaga Kesenian MABMI ini kemudian diaktenotariskan menjadi Sinar Budaya Group (SBG)..
Pada periode kepemimpinan Tengku Luckman Sinar ini, LK MABMI (c.q. SBG) selalu mengisi acara Pesta Gendang Nusantara (PGN) setiap tahunnya yang diselenggarakan di Kota Melaka, Malaysia. Kota Melaka ini diurus oleh pemerintahnya yang disebut awalnya dengan MPMBB (Majlis Perbandaran Melaka Bandaraya Bersejarah). Julukan ini kemudian berubah seiring dengan perubahan taraf kota Melaka, yaitu menjadi MBMB (Majlis Bandaraya Melaka Bersejarah). Para anggota seniman LK MABMI ini, dipercayakan mewakili Sumatera Utara untuk mengisi kegiatan seni budaya pada pesta dimaksud, yang diadakan pada pertengahan April setiap tahunnya bertepatan dengan hari jadi Kota Melaka tanggal; 15 April.
Pada era kepemimpinan Tengku Luckman Sinar ini, kegiatan kesenian banyak dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Di dalam negeri di antaranya adalah di Kita Medan, di kabupaten-kabupaten dan kota di pesisir Timur Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, dan lain-lainnya. Di antara kegiatan seni budaya yang diikuti oleh MABMI adalah Pesta Khatulistiwa di Pontianak, Pekan Tari Melayu di Palembang, Pesta Kesenian Melayu di Riau, dan lain-lainnya. Dalam konteks ini juga MABMI ikut berperan serta dalam Festival Keraton Nusantara yang diselenggarakan secara reguler dan bergantian di berbagai tempat di Indonesia, seperti di Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, dan lan-lainnya.
Sejak awal diadakannya kegiatan budaya Pesta Gendang Nusantara ini yaitu tahun 2005, maka dua orang konsultan seni Melayu dari Universitas Sumatera Utara, yaitu Fadlin dan Muhammad Takari, serta seorang pakar pertunjukan seni dari DBKL (Dewan Bandaraya Kuala Lumpur), yaitu Muhammad Abdul Khalil (disapa akrab Pak Bob), selalu mengurusi even Dunia Melayu dan Dunia Islam ini.
Selain mengisi dan mengenalkan seni Melayu baik di dalam negeri maupun ke luar negeri, maka MABMI pada periode kepemimpinan Tengku Luckman Sinar ini juga aktif melakukan penelitian-penelitian mengenai kebudayaan Melayu, baik yang disponsori oleh pemerintah, swasta, maupun perguruan tinggi di Indonesia. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh para pakar masa ini adalah mengenai keberadaan gelar kebangsawanan abang yang ada di Brunei Darussalam, dari mana asal-usulnya dan bagaimana perkembangannya di Alam Melayu.
Salah satu karya paling monumental saat kepemimpinan Tengku Luckman Sinar ini, adalah dengan diterbitkannya buku yang bertajuk Jatidiri Melayu. Di dalam buku ini dikemukakan dengan tegas bahwa orang Melayu adalah beragama Islam, berbudaya Melayu, berbahasa Melayu, dan memenuhi berbagai persyaratan tempatan. Selain buku ini, maka buku lain yang menjadi karya terbaiknya adalah Bangun dan Runtuhnya Kesultanan-kesultanan Sumatera Timur. Buku ini kuat mengekspresikan keilmuan beliau sebagai sejarawan otodidak di Sumatera Utara. Buku ini menjelaskan secara rinci mengenai keberadaan kesultanan-kesultanan di Sumatera Timur, yang mencakup: Serdang, Deli, Langkat, Asahan, Kualuh, Kotapinang, Panai, dan lainnya.
Di samping kegiatan seni budaya, MABMI di kala dinakhodai oleh Tengku Luckman Sinar ini, juga aktif mendokumentasikan keberadaan sosial dan budaya orang-orang Melayu di Sumatera Utara. Data-data ini dijadikan dasar untuk memberdayakan kebudayaan umat Melayu sebagai garda terdepan budaya Nusantara dan Alam Melayu. Tengku Luckman Sinar juga dikenal sebagai sosok pemimpin yang perduli dengan masyarakat yang dipimpinnya. Beliau memimpin MABMI dari 2001 hingga 2004. Kemudian secara demokratis, terpilihlah Datuk Syamsul Arifin, S.E. sebagai nakhoda baru untuk MABMI.
Kalau Prof. T. Amin Ridwan, Ph.D. seorang ilmuwan, kemudian Tengku Luckman Sinar, S.H. adalah seorang sejarawan dan budayawan, maka Dato' Seri H. Syamsul Arifin, S.E. adalah seorang umara yang mendasarkan pejuangannya pada suara hati nurani rakyat. Selain sebagai pemimpin umum MABMI, dalam masa kepemimpinannya, beliau juga menjabat sebagai Bupati Kabupaten Langkat dan Gubernur Provinsi Sumatera Utara. Pada era kepemimpinan beliau, walau tetap mengibarkan panji-panji MABMI di bidang seni budaya, terdapat fokus dan skala prioritas untuk memajukan penghasilan dan pendapatan orang-orang Melayu melalui gagasan ekonomi kerakyatannya.
Di era kepemimpinan Dato' Seri ini, berbagai kegiatan seni budaya terus dilakukan, baik yang sifatnya menumbuhkembangkan seni di dalam masyarakat, atau juga kunjungan hibah seni ke berbagai tempat di kawasan Dunia Melayu seperti Thailand, Malaysia, Singapura, dan lainnya. Juga ke berbagai tempat di Indonesia, seperti Sumatera Selatan, Riau, Jambi, Jakarta, Surabaya, Kalimantan, dan lain-lainnya. Selain grup-grup seni Melayu yang diurusi dan dibina oleh MABMI, maka MABMI sendiri di bawah gagasan dan kepemimpinan A. Zaidan B.S., Ir. O.K. Khairiza Putra, Tarwiyah Hakim, dan lain-lainnya membentuk sebuah kelompok kesenian yang dinamai dengan Cempaka Deli. Grup ini bertujuan mengenalkan MABMI dan budaya Melayu ke mancanegara berdasarkan senibudaya. Kelompok ini telah beberapa kali memenagkan festival pantun, dondang sayang, dan lainnya dalam konteks dunia Melayu dan Dunia Islam. Kelompok ini juga bukanlah beranggotakan seniman-seniman Melayu secara tetap, kelompok ini beranggotakan semua seniman Melayu di Sumatera Utara, yang akan diberi kepercayaan dan tugas sesuai dengan bidang dan masanya. Demikian sistem pengelolaan yang dilakukan.
Selain itu, MABMI juga menjalin kerjasama dengan televisi-televisi nasional dan lokal Sumatera Utara, khususnya TVRI Medan. Berkali-kali MABMI mengisi acara-acara Melayu yang diselenggarakan dan disiarkan secara live di TVRI Medan ini. Acara tersebut bisa saja berupa dialog budaya dan seni, adat, industri kreatif, bahasa,sastra, dan lain-lainnya.
Satu hal yang paling menonjol MABMI di era kepemimpinan Dato' Seri adalah usaha mengembangkan perekonomian masyarakat Melayu, khususnya yang ada di Sumatera Utara. Salah satu upaya adalah pemungsian dan pemeliharaan hutan-hutan mangrove di pesisir pantai menjadi produk-produk ekonomis, seperti yang dilakukan untuk masyarakat di Jaring Halus. Demikian pula penanaman "sejuta" pohon, yang nantinya akan menghasilkan nilai ekonomis. Selanjutnya terdapat usaha kuat dari pengurus MABMI untuk mendudukkan secara hukum hak-hak ulayat terutama pertanahan sesuai dengan adat Melayu di Sumatera Utara. MABMI juga berperanaktif dalam memajukan industri songket Batubara, baik dari sisi manajemen produksi, pemasarannya, maupun penghubung aktif antara pengusaha songket dengan Departemen Perindustrian. Bahkan songket Batubara ini menjadi salah satu muatan lokal dalam pendidikan di Batubara. Songket Batubara juga sebelum hadirnya MEA 2016 ini, telah hadir sebagai produksi unggulan yang berdaya saing global, terutama pemasarannya di Malaysia, Brunai, dan Singapura.
Dalam menghadapi Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA), MABMI juga berusaha untuk mengikutkan peran aktif segenap warga Melayu untuk terlibat di dalamnya. Dalam hal ini produksi-produksi unggulan orang Melayu di Sumatera Utara seperti: kuliner manisan (halua) dengan berbagai jenisnyam rempah-rempah masakan, songket, industri maritim, dan ;lainnya dapat dipasarkan di seluruh kawasan ASEAN. Demikian pula kerjasama di bidang perkebunan dapat dilakukan oleh para pengusaha di seluruh kawasan Asia Tenggara.
MABMI juga memberikan arahan kepada pemerintah daerah Sumatera Utara untuk minimal dalam sekali seminggu masyarakat daerah seluruh Sumatera Utara mengenakan pakaian adatnya. Jika wilayah tersebut dihuni satu etnik pakailah pakaian etnik tersebut, demikian pula kalau lebih dari satu etnik, dan jangan lupa dari aspek sejarah. Pakaian adat ini bagi MABMI diperkirakan secara saintifik dan empiris akan memberikan dampak mendalam dari sisi kebudayaan kepada masyarakatnya.
MABMI juga melakukan memorandum persefahaman dengan berbagai organisasi Melayu dan kebudayaan masyarakat dunia, dalam rangka memartabatkan kebudayaan Melayu. Kerjasama itu dilakukan dengan Pemenang, GAPENA, Persatuan Penulis Pulaupinang, PENA Malaysia, MABM (Majelis Adat Budaya Melayu) di Kalimantan Barat, Timur, Selatan, LAMR (Lembaga Adat Melayu Riau), LAKA (Lembaga Adat dan Kebudayaan Aceh), dan lain-lainnya.
Tahun 2016 ini, berdasarkan cita-cita pendiri MABMI, maka kantor dan kesekretariatan Pengurus Besar MABMI, insya Allah akan ditempatkan di ibukota Republik Indonesia Jakarta. Geliat organisasi ini diharapkan lebih fungsional dan menjangkau semua provinsi di Indonesia, bukan hanya Sumatera Utara. Tentu saja dengan ridha Allah SWT.
Tanam-tanam si pokok jati,
Ditanam anak Kampung Meranti,
Apa tanda Melayu sejati,
berusaha maju tiada berhenti.
Dari Pontianak ke Mempawah,
Askar diraja membawa pedang,
Panglima bersenjata si taming sari,
Ingat semboyan Wira Hang Tuah,
Esa hilang dua terbilang,
Tak Melayu hilang di bumi,