PETA POLITIK MUTAKHIR DI SUMATERA UTARA
Irwansyah, S.H., M.Hum. (Direktur Kelompok Diskusi Jumatan) didampingi Direktur Penelitian (Ir. O.K. Khairiza Putra) dan beberapa teman lainnya bezuk ke RS. Setelah itu, kami diskusi sambil ngopi di Tea Garden, tepi Sei Delli, Medan. Menurut Irwan, dari hasil pengamatan dan kajiannya peta politik mutakhir di Sumatera Utara mengalami perubahan, khusus dalam menghadapi Pilgub mendatang. Pergeseran sikap politik pemilih sudah terjadi, tidak konservatif lagi seperti pada Pilgub masa lalu. Warna politik etnik lokal akan lebih menonjol karena kondisi selama ini tidak berkembang karena "tertekan." Kondisi Politik Pilgub DKI, kata Irwan turut mendorong tampilnya warna politik etnik lokal. Bila ada kandidat yang ingin tampil pada Pilgub yang akan datang, menurut Irwan harus siap menghadapi perubahan yang terjadi, tidak sekedar "gagah-gagahan" kerena dirinya lagi berkuasa, atau pundi-pundinya penuh dengan uang. Jangan lupa, tambah Irwan, pemilih sudah membahas nama yang beredar di masarakat yang digadang-gadang pihak-pihak tertentu untuk maju sebagai calon pada Pilgub mendatang. Satupun dari nama yang beredar, belum menjadi pilihan pemilih. Bahkan ada pemilih yang memiliki catan tentang "trash" dari nama-nama yang beredar tersebut. Ini artinya; jelas Irwan, jangan ada pihak-pihak yang berkehendak jadi Gubsu "membusungkan dada" bahwa dirinya paling hebat. Pilgub mendatang dari hasil kajian dan analisis Kelompok Diskusi Jumatan, cukup berat. Sebelum tampil, kaji dan analisis perubahan peta politik mutakhir Sumatera Utara, baik dari sisi sosiologis, antropologis, dan sosial budaya. Jangan terpukau dengan "fatamorgana" politik yang dikatakan oleh mereka yang menamakan dirinya 'pendukung,' hati hati, kalau tidak yangg terjadi: arang habis besi binasa!"
DATO' SERI DAN SPIRIT LABURA
A. Zaidan B.S.
Jumat lalu ada terselip pemikiran bernas di antara tausiah dan buka puasa bersama: PD AMMI dan PB MABMI, dan PD MABMI Labuhan Batu Utara, di kediaman Arifin Ketua PD MABMI Labura, Damuli. Dato' Seri H Syamsul Arifin, SE, Ketua Umum PB MABMI menuturkan melalui Dr. Takari, anak Kota Pinang Labusel: agar jajaran MABMI Labura dalam melaksanakan aktivitasnya berpegang teguh kepada spirit Labura, yaitu sebuah sikap para pejuang kemerdekaan RI masa lalu. Dan sikap tersebut tidak akan usang sampai kapan pun karena sesuai dengan adat dan budaya wangsa Melayu.
Sikap yg perlu kita aplikasikan dari watak para pejuang tersebut, tutur Takari sebagaimana pemikiran Dato' .Elan revolusi yang membara di dada para pejuang ketika itu menyatukan ideologi kebangsaan, ekonomi, dan kultural. .Hasil bisnis tersebut mereka sisihkan untuk membeli senjata untuk melawan kolonial, apakah Belanda atau Jepang. Dan di Labura pernah menerbitkan uang dan beredar sampai ke Medan. Mereka berjuang secara pisik, hidup atau mati, mereka jadikan Kampung Masjid sebagai basis bisnis, menjual karet, rotan, kayu manis. dan hasil bumi lainnya. Hasil bisnis tersebut sebagian mereka belikan senjata dari Singapura. Bahkan di Mambang Muda Aek Kanopan diterbitkan mata uang kertas, beredar sampai ke Medan, dibawa para pejuang. Di Labura pernah dikenal dengan apa yang disebut "KARET KUPON." Petani atau pengusaha perkebunan karet, ketika menjual karet tidak langsung menerima uang kontan tapi berbentuk kupon. Bila pembayaran dari Singapura tiba, baru KUPON tadi ditukarkan. Spirit inilah, jelas Takari, yg ingin Dato" harapkan untuk diadopsi di jajaran MABMI Labura. Acara yang diberi label Safari Ramadan ini ditutup dengan memberikan "buah tangan" dari Dato' untuk disampaikan kepada yang mustahak.
MENGAPA DATO' SERI H SYAMSUL ARIFIN, S.E. (?)
A. Zaidan B.S.
Ketika pidato Dato' Seri H Syamsul Arifin, SE pada prosesi peresmian Taman Memorial DR. G.M. Panggabean yg diresmikan Menko Polhutkam minggu lalu dimuat harian harian Sinar Indonesia Baru ( 24 Mei 2016 ), ada pertanyaan dari berbagai kalangan kepada saya.
Pertanyaan yang mendasar dan politis adalah: "Apakah Dato' mau tampil kembali jadi Gubernur Sumut?"
Argumen pertanyaa teman itu, adalah sebagai respons setelah melihat aktivitas Dato' Seri yang "menggeliat" akhir-akhir ini. Pertanyaan teman tadi tidak saya jawab, tetapi jawaban itu saya beri dalam bentuk sketsa politik Dato' Seri sebagai berikut.
(1) Dato' tidak mampu menepis apa perintah ayah dan bundanya.
(2) Pandangan isteri dan anaknya dia dengarkan dan sebagai pertimbangan yang menentukan.
(3) Dato' sungkan menolak "daulat rakyat."
Kemudian saya tambahkan tentang budaya mulai dari ayahandanya, suka berbagi rasa, bersilaturahim, menghadiri jemputan ikhlas yang datang kepadanya, dia tak pandang, apakah menjemputnya orang kaya, miskin, abang beca, atau nelayan. Dato' Seri hadir, bila berada di Medan. Bahkan tidak jarang dilakukannya, pagi ke Jakata, malam kembali ke Medan, karena siang harinya akan menghadiri acara sunatan anak abang beca di Tembung.
Mendengar sketsa profil politik Dato' saya kuakkan sohib saya di ujung telepon terkekeh dan berkata: "Saya sudsh paham, paham dan paham sekali!"